Orang muda identik dengan semangat dan kreativitas. Itu juga terjadi dalam dunia bisnis. Dalam beberapa tahun ini kita melihat munculnya bisnis-bisnis baru yang dalam waktu singkat menjadi sebuah perusahaan yang sangat menguntungkan.
Para investor pun dengan senang hati masuk ke perusahaan-perusahaan start up tersebut karena prospek bisnisnya yang sangat baik. Traveloka misalnya. Bermula dari ide seorang anak muda bernama Ferry Unardi yang melihat peluang banyaknya konsumen pengguna jasa penerbangan namun belum dilayani secara mudah melalui internet.
Pengalamannya bolak balik Amerika-Indonesia selama 8 tahun memberinya pelajaran tentang sistem reservasi pesawat di Indonesia yang masih tidak efisien. Dia melihat hal itu sebagai peluang bisnis yaitu menyediakan reservasi tiket pesawat terbang secara mudah dan murah.
Kelahiran Padang, 16 Januari 1988 ini pun nekat berhenti kuliah MBA di Harvard University Amerika Serikat, demi membangun startup reservasi tiket yang sekarang hampir dikenal oleh semua orang di Indonesia. Reservasi tersebut adalah Traveloka.com.
Bersama dua rekannya, Derianto Kusuma dan Albert yang juga berprofesi sebagai engineer, pada Maret 2012, mereka memutuskan untuk mulai membangun konsep dan core business untuk Traveloka. Melalui sistem pengembangan konsep #ecommerce dan segala hal teknis secara mandiri, akhirnya Traveloka berhasil dirilis dalam versi beta pada Oktober 2012.
Awalnya nyaris tidak ada maskapai penerbangan yang mau bekerjasama dengan tim Traveloka. Namun mereka tidak patah semangat dan terus mengembangkan Traveloka.
Kini, Traveloka telah menjadi pilihan banyak orang dalam membeli atau reservasi tiket pesawat terbang. Seperti diakui Hans Nugroho, Direktur Marketing Citilink, penjualan tiket di perusahaannya sebanyak 30 persen merupakan kontribusi dari Traveloka.
Dan Traveloka pun akhirnya menambah layanan lainnya termasuk reservasi hotel dan seterusnya.Siapa sangka, Traveloka yang value perusahaannya kini ditaksir sudah mencapai angka triliun rupiah itu bermula dari ide sederhana: menyediakan reservasi tiket pesawat terbang secara mudah melalui online.
Membantu UMKM
Di tahun 2009, Achmad Zaky, baru lulus dari program studi Informatika ITB dan punya hobi otak-atik program software. Pria kelahiran Sragen 24 Agustus 1986 ini memang sangat menyukai komputer dan dunia maya. Sempat kerja sambilan selama setahun, dia melihat peluang bisnis yang terilhami oleh budaya konsumtif masyarakat Indonesia agar bermanfaat bagi banyak orang. Dia mengaku kesal dengan aktivitas orang Indonesia di dunia maya yang hanya bermain di sosial media alias konsumtif belaka. Jumlahnya mencapai 50 juta per hari.
Sementara itu, dia melihat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) saat itu belum melek pemasaran, manajemen, dan teknologi. Akhirnya pada akhir 2009 bersama teman lamanya, Nugroho Herucahyono, ia merintis start up Bukalapak.com, sebuah bisnis e-commerce untuk membantu penjualan produk-produk UMKM. Di masa awal, tidak butuh modal besar untuk membangun perusahaan layanan online marketplace tersebut. Modalnya hanya biaya hidupnya, yang dia penuhi dari hasil proyek membuat program pesanan klien.
Baru beberapa hari diluncurkan, animo masyarakat sudah terlihat. Singkatnya pada awal 2010, UMKM yang telah bergabung ke Bukalapak.com mencapai 10.000 pelaku usaha dan di tahun 2015 ini sudah mencapai lebih dari 500.000 pelaku usaha UMKM.
Bukalapak.com berkembang. Dan beberapa investor tiba-tiba datang menawarkan modal, seperti Softbank Corp dari Jepang dan Sequoia dari Amerika Serikat.
Zaky sempat ingin menolak karena mengira investor Jepang ingin mengakuisisi start-up-nya. Ternyata investor hanya berniat memberi modal 15 persen dan pengelolaan tetap ada di tangan Zaky dan Nugroho. Bahkan investor asal Jepang itu mengajaknya berangkat ke Jepang dan mengajarinya cara mengelola perusahaan e-commerce secara profesional.
Pulang dari Jepang ia merekrut karyawan dan menyewa ruko di kawasan Jakarta Selatan. Dengan dikelola secara benar, beberapa bulan berikutnya trafik bisnisnya meningkat tajam. Tiap tahun pelaku UMKM yang bergabung meningkat puluhan kali lipat.
Setiap hari, kata Zaky, ada lebih dari satu juta pengunjung di situsnya dengan nilai perputaran uang mencapai Rp 4-5 miliar per hari. Dia sangat senang bisa membantu masyarakat khususnya UMKM untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui akses pemasaran produk-produk mereka kepada konsumen.
Lalu berapa nilai perusahaan bukalapak.com sekarang?
Menurut Zaky, perusahaannya ditaksir senilai Rp 1,5 triliun. Nilai tersebut akan makin meningkat seiring dengan terus bertambahnya pengunjung market place tersebut. “Visi kami bukalapak ini menjadi marketplace terbesar di dunia,” urai Zaky.
Dengan level bisnis di bawah Traveloka dan Bukalapak, masih banyak anak muda yang sukses menjadi start up business dan mendulang omset besar. Produk yang dijual juga sangat beragam. Apapun pada dasarnya bisa dipasarkan sepanjang ada konsumennya.
Syarif Hidayat pada 2009 membuka toko online berjualan tas dengan alamat rajatas.com. Kelahiran 1985 yang lulus dari Fakultas Teknologi Pertanian UGM ini semula bekerja sebagai wartawan di sebuah majalah di Jakarta.
Bermodal sedikit uang dan meminjam kamera untuk memotret produk-produk tas, akhirnya dia memiliki toko online dan dari ketekunan dan konsistensinya, saat ini Syarif setiap hari menjual sekitar 2.500 paket tas ke berbagai daerah di Indonesia menggunakan jasa pengiriman JNE.
Dari bekerja sendiri, kini Syarif dan isteri telah mempekerjakan lebih dari 50 staff di tempat usahanya di daerah Mampang, Jakarta Selatan.
Internet dan smart phone yang telah menjadi kebutuhan dan gaya hidup anak-anak muda dan masyarakat umum dewasa ini bisa menjadi sarana bisnis yang sangat efektif.
Kesuksesan Ferry Unardi di Traveloka, Achmad Zaky yang memuat Bukalapak.com dan Syarif Hidayat dengan rajatas.com merupakan contoh anak-anak muda start up business yang sukses. Kesuksesan mereka ini lah yang perlu dimodel oleh anak-anak muda lainnya. (edsas)
Para investor pun dengan senang hati masuk ke perusahaan-perusahaan start up tersebut karena prospek bisnisnya yang sangat baik. Traveloka misalnya. Bermula dari ide seorang anak muda bernama Ferry Unardi yang melihat peluang banyaknya konsumen pengguna jasa penerbangan namun belum dilayani secara mudah melalui internet.
Pengalamannya bolak balik Amerika-Indonesia selama 8 tahun memberinya pelajaran tentang sistem reservasi pesawat di Indonesia yang masih tidak efisien. Dia melihat hal itu sebagai peluang bisnis yaitu menyediakan reservasi tiket pesawat terbang secara mudah dan murah.
Kelahiran Padang, 16 Januari 1988 ini pun nekat berhenti kuliah MBA di Harvard University Amerika Serikat, demi membangun startup reservasi tiket yang sekarang hampir dikenal oleh semua orang di Indonesia. Reservasi tersebut adalah Traveloka.com.
Bersama dua rekannya, Derianto Kusuma dan Albert yang juga berprofesi sebagai engineer, pada Maret 2012, mereka memutuskan untuk mulai membangun konsep dan core business untuk Traveloka. Melalui sistem pengembangan konsep #ecommerce dan segala hal teknis secara mandiri, akhirnya Traveloka berhasil dirilis dalam versi beta pada Oktober 2012.
Awalnya nyaris tidak ada maskapai penerbangan yang mau bekerjasama dengan tim Traveloka. Namun mereka tidak patah semangat dan terus mengembangkan Traveloka.
Kini, Traveloka telah menjadi pilihan banyak orang dalam membeli atau reservasi tiket pesawat terbang. Seperti diakui Hans Nugroho, Direktur Marketing Citilink, penjualan tiket di perusahaannya sebanyak 30 persen merupakan kontribusi dari Traveloka.
Dan Traveloka pun akhirnya menambah layanan lainnya termasuk reservasi hotel dan seterusnya.Siapa sangka, Traveloka yang value perusahaannya kini ditaksir sudah mencapai angka triliun rupiah itu bermula dari ide sederhana: menyediakan reservasi tiket pesawat terbang secara mudah melalui online.
Membantu UMKM
Di tahun 2009, Achmad Zaky, baru lulus dari program studi Informatika ITB dan punya hobi otak-atik program software. Pria kelahiran Sragen 24 Agustus 1986 ini memang sangat menyukai komputer dan dunia maya. Sempat kerja sambilan selama setahun, dia melihat peluang bisnis yang terilhami oleh budaya konsumtif masyarakat Indonesia agar bermanfaat bagi banyak orang. Dia mengaku kesal dengan aktivitas orang Indonesia di dunia maya yang hanya bermain di sosial media alias konsumtif belaka. Jumlahnya mencapai 50 juta per hari.
Sementara itu, dia melihat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) saat itu belum melek pemasaran, manajemen, dan teknologi. Akhirnya pada akhir 2009 bersama teman lamanya, Nugroho Herucahyono, ia merintis start up Bukalapak.com, sebuah bisnis e-commerce untuk membantu penjualan produk-produk UMKM. Di masa awal, tidak butuh modal besar untuk membangun perusahaan layanan online marketplace tersebut. Modalnya hanya biaya hidupnya, yang dia penuhi dari hasil proyek membuat program pesanan klien.
Baru beberapa hari diluncurkan, animo masyarakat sudah terlihat. Singkatnya pada awal 2010, UMKM yang telah bergabung ke Bukalapak.com mencapai 10.000 pelaku usaha dan di tahun 2015 ini sudah mencapai lebih dari 500.000 pelaku usaha UMKM.
Bukalapak.com berkembang. Dan beberapa investor tiba-tiba datang menawarkan modal, seperti Softbank Corp dari Jepang dan Sequoia dari Amerika Serikat.
Zaky sempat ingin menolak karena mengira investor Jepang ingin mengakuisisi start-up-nya. Ternyata investor hanya berniat memberi modal 15 persen dan pengelolaan tetap ada di tangan Zaky dan Nugroho. Bahkan investor asal Jepang itu mengajaknya berangkat ke Jepang dan mengajarinya cara mengelola perusahaan e-commerce secara profesional.
Pulang dari Jepang ia merekrut karyawan dan menyewa ruko di kawasan Jakarta Selatan. Dengan dikelola secara benar, beberapa bulan berikutnya trafik bisnisnya meningkat tajam. Tiap tahun pelaku UMKM yang bergabung meningkat puluhan kali lipat.
Setiap hari, kata Zaky, ada lebih dari satu juta pengunjung di situsnya dengan nilai perputaran uang mencapai Rp 4-5 miliar per hari. Dia sangat senang bisa membantu masyarakat khususnya UMKM untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui akses pemasaran produk-produk mereka kepada konsumen.
Lalu berapa nilai perusahaan bukalapak.com sekarang?
Menurut Zaky, perusahaannya ditaksir senilai Rp 1,5 triliun. Nilai tersebut akan makin meningkat seiring dengan terus bertambahnya pengunjung market place tersebut. “Visi kami bukalapak ini menjadi marketplace terbesar di dunia,” urai Zaky.
Dengan level bisnis di bawah Traveloka dan Bukalapak, masih banyak anak muda yang sukses menjadi start up business dan mendulang omset besar. Produk yang dijual juga sangat beragam. Apapun pada dasarnya bisa dipasarkan sepanjang ada konsumennya.
Syarif Hidayat pada 2009 membuka toko online berjualan tas dengan alamat rajatas.com. Kelahiran 1985 yang lulus dari Fakultas Teknologi Pertanian UGM ini semula bekerja sebagai wartawan di sebuah majalah di Jakarta.
Bermodal sedikit uang dan meminjam kamera untuk memotret produk-produk tas, akhirnya dia memiliki toko online dan dari ketekunan dan konsistensinya, saat ini Syarif setiap hari menjual sekitar 2.500 paket tas ke berbagai daerah di Indonesia menggunakan jasa pengiriman JNE.
Dari bekerja sendiri, kini Syarif dan isteri telah mempekerjakan lebih dari 50 staff di tempat usahanya di daerah Mampang, Jakarta Selatan.
Internet dan smart phone yang telah menjadi kebutuhan dan gaya hidup anak-anak muda dan masyarakat umum dewasa ini bisa menjadi sarana bisnis yang sangat efektif.
Kesuksesan Ferry Unardi di Traveloka, Achmad Zaky yang memuat Bukalapak.com dan Syarif Hidayat dengan rajatas.com merupakan contoh anak-anak muda start up business yang sukses. Kesuksesan mereka ini lah yang perlu dimodel oleh anak-anak muda lainnya. (edsas)
Posting Komentar untuk "Belajar dari Suksesnya 'Start up Business' Traveloka & Bukalapak"