Popularitas kopi robusta membuat kopi arabica sempat tidak dilirik para pecinta kopi. Fenomena inilah yang membuat Kawardi dan istrinya Kasmawati ingin mendongkrak popularitas arabica.
Meskipun memang sebagian besar konsumen di Tanah Air lebih memilih jenis kopi robusta karena lidah orang Indonesia terbiasa disuguhi kopi hitam robusta, berbeda dengan kopi Arabica yang cenderung asam.
Namun faktanya arabica menjadi komoditas laris untuk diekspor ke luar negeri. Orang Eropa lebih terbiasa dengan keasaman Arabica dibandingkan dengan pahit yang ditawarkan oleh Robusta.
Berbekal pengalamannya dalam bidang kopi yang didapatnya sejak masih kecil di Aceh dahulu, Kasmawati bertekad mengembangkan kopi gayo. Keunikan yang ditonjolkannya adalah kopi yang bebas pestisida alias organik. "Saya ingin semua orang bisa menikmati kopi termasuk juga yang menderita sakit maag. Maka saya buat kopi yang tidak ada campurannya apapun, sehingga aman untuk semua orang," kata Kasmawati.
Berkat kegigihannya, Kasmawati dan suaminya sukses membangun brand Sumatera Permata Gayo yang kini 20 persen produknya berupa kopi luwak menembus gerai-gerai kedai kopi asal Amerika Serikat Starbuck.
Permata yang menjadi nama usahanya merupakan kecamatan di Bener Meriah Provinsi Aceh. Usaha kopi itu dirintis Kasmawati dengan mendirikan koperasi pada 2006 untuk mendorong semakin majunya pertanian kopi organik di wilayah itu.
Kopi yang diproduksinya mayoritas merupakan kopi dari para petani yang bernaung di bawah koperasi yang diketuainya sendiri bernama Koperasi Sumatera Gayo. Masing-masing anggotanya memiliki lahan sendiri hingga luas perkebunan kopinya kini total mencapai 3.000 ha di Aceh.
Kasmawati sendiri menjalan-kan usaha itu dengan basis di Medan, Sumatera Utara. Kopi yang dihasilkan meliputi luwak, campuran antara Mandheling Typica, bourbon, catimor, dan tymor hybrid.
Kasmawati memasarkan kopinya ke pasar lokal secara offline maupun online untuk menjangkau konsumen lebih luas. Dalam waktu dekat ia bahkan ingin merintis gerai kopi milik koperasi di berbagai kota besar yang potensial.
"Kopi yang kami hasilnya sudah mendapat sertifikat dan pengakuan dunia termasuk dari lembaga di Jepang, Eropa, Amerika Serikat, Jerman, dan Korea Selatan," katanya.
Kegigihan Kasmawati untuk mengikuti pameran dan promosi di berbagai tempat, merintis pasar, hingga memperluas jejaring bisnis membuahkan hasil hingga omzet per Januari sampai Agustus 2015 bisa mencapai 1,6 juta dolar AS.
Kini Kasmawati memang masih berkonsentrasi untuk memasarkan produknya ke konsumen langsung ataupun gerai-gerai kopi internasional.
"Ke depan kami ingin menggarap bisnis ini dari hulu ke hilir," kata Kasmawati.
Ia tak ingin sekadar menjadikan hal itu sebagai mimpi, kini persiapan untuk itu pun sudah mulai dirintis untuk dikembangkan.
Ia mulai menjajaki kerja sama dengan investor yang mengerti pasar kopi untuk perintisan gerai.
Hal itu menurut dia penting agar kopi organik yang diproduksinya dan tumbuh di tanah andisol (vulkanis) pada ketinggian 1.400-1.500 m dpl semakin populer dan dicari konsumen. (edsas)
Posting Komentar untuk "Berkah dari Kemurnian Arabica Organik"