SHANIQUA BAMBOO
Jika sebagian besar pelaku usaha resah dengan krisis, Sundari Pulungan justru menganggap badai ekonomi sebagai peluang. Pantas jika usaha furniture bambu Sundari yang dibangun bersama suami sejak 1997 itu mampu membuahkan hasil yang maksimal bahkan hingga meluas ke pasar ekspor.
Sejak awal didirikannya, usaha bambu yang diberinya nama Shaniqua Bamboo Furniture itu menyasar segmen pasar manca negara.
"Shaniqua Bamboo Furniture adalah perusahaan yang sudah berdiri sejak 1997 dan sejak awal memang orientasinya pasar ekspor. Waktu itu pengetahuan kami akan ekspor sangat minim, yang kami tahu adalah kalau jadi ekportir pembelinya pasti bule dan uang yang kami terima sudah jelas pasti dolar," kata Sundari yang mantan produser sebuah televisi swasta itu.
Sejak kecil, Sundari terinspirasi pada bambu, ketika di kampungnya di daerah Lebak, Banten begitu banyak bambu. Bambu bahkan sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat di situ yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan rumah tangga. Di samping juga saat itu krisis moneter di Indonesia menghantam sehingga banyak buruh terkena PHK.
Selain itu, isu go green yang menjadi kian gencar, makin menguatkan langkahnya untuk memanfaatkan bambu sebagai peluang usaha.
Maka pada 1998, sejak suaminya yang bernama Khairul Pulungan memilih pensiun sebagai wartawan, keduanya bertekad menjalankan usaha keluarga berbasis bambu. Bersama sang suami, Sundari membangun workshop pertama mereka yang masih sederhana di Lebak, Banten.
Di tahun yang sama pula pada Juli Sundari merintis pendirian Shaniqua Gallery. Sundari mulai pula mengikuti pameran-pameran dagang yang diselenggarakan pemerintah untuk membuka pasar ekspor.
"Tentu saja hal yang paling penting harus kami pahami adalah dokumen ekspor yang begitu banyak item-nya dan perlu ketelitian. Pengetahuan itu kami dapatkan learning by doing, sebagai pengusaha pemula kami berpikir cukup itu saja yang perlu kami ketahui secara umum dan langsung dipraktikkan," kata Sundari.
"Padahal bila dikerjakan secara teliti dan ditambah dengan sentuhan seni, bambu akan memiliki nilai ekonomi tinggi serta mampu bersaing dengan produk yang dibuat dengan bahan lain,” kata Sundari.
Dia, menuturkan, dengan sentuhan yang lebih detail, rangka bambu dijalin rapi dengan untaian rotan, sehingga menjadi sebuah benda kreatif berupa tempat tidur yang eksotik, sofa yang nyaman, lemari yang kuat dan berbagai asesoris furniture lainnya yang bermanfaat.
Seluruh furniture bambu yang dibuatnya, seutuhnya dilakukan dengan cara tradisional tanpa sedikitpun diraba oleh teknologi mesin. Kendati demikian, tetap memiliki kekuatan yang sangat baik dan bisa bersaing dengan produk dikelasnya.
Agar makin kokoh, bambu diproses dengan cara direndam dalam air yang campuri ramuan tradisional dan modern. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan di dalam ruang asap dan mulailah melakukan perangkaian sesuai model yang sudah ditentukan. "Dengan sistem knock down yang sederhana, hanya dalam waktu 15 menit asembling dapat diselesaikan," tuturnya
ORDER KALI PERTAMA
Sejak itu, Sundari rajin mengikuti Pameran Ekspor hingga kemudian pelanggan mulai datang. Pada 1999, Shaniqua mendapatkan proyek untuk mengekspor ke Spanyol, untuk mendukung pembangunan sebuah villa, sebanyak 13 kontainer.
Namaun setelah itu, Eropa sebagai tujuan ekspor Sundari mengalami krisis. Pesanan yang semula berdatangan, menurun drastis. "Kami sempat mengalami krisis order dan krisis keuangan. Pengurangan karyawan dan pengrajin di pabrik pun tak bisa kami hindari, banyak yang menyesali itu," kata Sundari.
Shaniqua Bamboo dalam menghasilkan ber-bagai produk kreatif termasuk kursi bambu, lemari bambu, tempat tidur bambu, sofa bambu, gazebo, hingga kursi malas itu merupayaa bangkit, tak menyerah untuk terus menembus pasar Eropa.
Sundari pun tetap mampu melanjutkan ekspor ke negara-negara Eropa menembus Jerman, Perancis, Italia, Yunani, Armenia, dan Turki.
"Ternyata untuk jadi ekportir bukan hanya tahu bagaimana dokumen saja, tetapi seluk beluk pasar pun harus mampu ditaklukan, cara menghitung harga jual ekpor itu bagaimana? Apa itu kepabeanan?"
Sundari berpendapat dengan rajin mengikuti pameran-pameran yang digelar pemerintah, ia menjadi banyak tahu kemudahan berdagang untuk ekspor, salah satunya adalah dengan berjualan melalui internet.
"Buat saya yang gaptek, awalnya merasa ribet, tetapi karena saya ingin belajar lebih dalam lagi maka saya pun mengikuti pelatihan. Tidak sulit
belajarnya tetapi yang lebih penting kita tahu situs-situs perdagangan dunia dan bagaimana menjadi bagian di dalamnya," katanya.
Dengan berbekal pengalaman ekspor yang otodidak ditambah dengan pengetahuan yang banyak didapat melalui pelatihan di PPEI, satu per satu buyer datang kembali. Memang akibat krisis, semula Shaniqua Bamboo memiliki lebih 10 pelanggan tetap, akhir 2009 hanya tinggal dua. Berkat kegigihannya itu, sejak 2011, satu per satu mereka datang kembali.
Kini Shaniqua Bamboo dengan tagline -nya "Romantic Exotic Atmosphete and Ecofriendly" itu menjadi salah satu eksportir furniture bambu yang diperhitungkan di Indonesia. Produk andalan yang paling laku dari Shaniqua yakni tempat tidur bambu.
Saat ini, karyawan Sundari berjumlah ratusan orang, Rata-rata mereka bertugas pada posisi yang sangat penting di perusahaan dengan order bervolume besar dari luar negeri. Setiap bulannya, puluhan kontainer produk keluaran Shaniqua Bamboo dikirimkan keluar negeri.
(edsas)
Jika sebagian besar pelaku usaha resah dengan krisis, Sundari Pulungan justru menganggap badai ekonomi sebagai peluang. Pantas jika usaha furniture bambu Sundari yang dibangun bersama suami sejak 1997 itu mampu membuahkan hasil yang maksimal bahkan hingga meluas ke pasar ekspor.
Sejak awal didirikannya, usaha bambu yang diberinya nama Shaniqua Bamboo Furniture itu menyasar segmen pasar manca negara.
"Shaniqua Bamboo Furniture adalah perusahaan yang sudah berdiri sejak 1997 dan sejak awal memang orientasinya pasar ekspor. Waktu itu pengetahuan kami akan ekspor sangat minim, yang kami tahu adalah kalau jadi ekportir pembelinya pasti bule dan uang yang kami terima sudah jelas pasti dolar," kata Sundari yang mantan produser sebuah televisi swasta itu.
Sejak kecil, Sundari terinspirasi pada bambu, ketika di kampungnya di daerah Lebak, Banten begitu banyak bambu. Bambu bahkan sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat di situ yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan rumah tangga. Di samping juga saat itu krisis moneter di Indonesia menghantam sehingga banyak buruh terkena PHK.
Selain itu, isu go green yang menjadi kian gencar, makin menguatkan langkahnya untuk memanfaatkan bambu sebagai peluang usaha.
Maka pada 1998, sejak suaminya yang bernama Khairul Pulungan memilih pensiun sebagai wartawan, keduanya bertekad menjalankan usaha keluarga berbasis bambu. Bersama sang suami, Sundari membangun workshop pertama mereka yang masih sederhana di Lebak, Banten.
Di tahun yang sama pula pada Juli Sundari merintis pendirian Shaniqua Gallery. Sundari mulai pula mengikuti pameran-pameran dagang yang diselenggarakan pemerintah untuk membuka pasar ekspor.
"Tentu saja hal yang paling penting harus kami pahami adalah dokumen ekspor yang begitu banyak item-nya dan perlu ketelitian. Pengetahuan itu kami dapatkan learning by doing, sebagai pengusaha pemula kami berpikir cukup itu saja yang perlu kami ketahui secara umum dan langsung dipraktikkan," kata Sundari.
"Padahal bila dikerjakan secara teliti dan ditambah dengan sentuhan seni, bambu akan memiliki nilai ekonomi tinggi serta mampu bersaing dengan produk yang dibuat dengan bahan lain,” kata Sundari.
Dia, menuturkan, dengan sentuhan yang lebih detail, rangka bambu dijalin rapi dengan untaian rotan, sehingga menjadi sebuah benda kreatif berupa tempat tidur yang eksotik, sofa yang nyaman, lemari yang kuat dan berbagai asesoris furniture lainnya yang bermanfaat.
Seluruh furniture bambu yang dibuatnya, seutuhnya dilakukan dengan cara tradisional tanpa sedikitpun diraba oleh teknologi mesin. Kendati demikian, tetap memiliki kekuatan yang sangat baik dan bisa bersaing dengan produk dikelasnya.
Agar makin kokoh, bambu diproses dengan cara direndam dalam air yang campuri ramuan tradisional dan modern. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan di dalam ruang asap dan mulailah melakukan perangkaian sesuai model yang sudah ditentukan. "Dengan sistem knock down yang sederhana, hanya dalam waktu 15 menit asembling dapat diselesaikan," tuturnya
ORDER KALI PERTAMA
Sejak itu, Sundari rajin mengikuti Pameran Ekspor hingga kemudian pelanggan mulai datang. Pada 1999, Shaniqua mendapatkan proyek untuk mengekspor ke Spanyol, untuk mendukung pembangunan sebuah villa, sebanyak 13 kontainer.
Namaun setelah itu, Eropa sebagai tujuan ekspor Sundari mengalami krisis. Pesanan yang semula berdatangan, menurun drastis. "Kami sempat mengalami krisis order dan krisis keuangan. Pengurangan karyawan dan pengrajin di pabrik pun tak bisa kami hindari, banyak yang menyesali itu," kata Sundari.
Shaniqua Bamboo dalam menghasilkan ber-bagai produk kreatif termasuk kursi bambu, lemari bambu, tempat tidur bambu, sofa bambu, gazebo, hingga kursi malas itu merupayaa bangkit, tak menyerah untuk terus menembus pasar Eropa.
Sundari pun tetap mampu melanjutkan ekspor ke negara-negara Eropa menembus Jerman, Perancis, Italia, Yunani, Armenia, dan Turki.
"Ternyata untuk jadi ekportir bukan hanya tahu bagaimana dokumen saja, tetapi seluk beluk pasar pun harus mampu ditaklukan, cara menghitung harga jual ekpor itu bagaimana? Apa itu kepabeanan?"
Sundari berpendapat dengan rajin mengikuti pameran-pameran yang digelar pemerintah, ia menjadi banyak tahu kemudahan berdagang untuk ekspor, salah satunya adalah dengan berjualan melalui internet.
"Buat saya yang gaptek, awalnya merasa ribet, tetapi karena saya ingin belajar lebih dalam lagi maka saya pun mengikuti pelatihan. Tidak sulit
belajarnya tetapi yang lebih penting kita tahu situs-situs perdagangan dunia dan bagaimana menjadi bagian di dalamnya," katanya.
Dengan berbekal pengalaman ekspor yang otodidak ditambah dengan pengetahuan yang banyak didapat melalui pelatihan di PPEI, satu per satu buyer datang kembali. Memang akibat krisis, semula Shaniqua Bamboo memiliki lebih 10 pelanggan tetap, akhir 2009 hanya tinggal dua. Berkat kegigihannya itu, sejak 2011, satu per satu mereka datang kembali.
Kini Shaniqua Bamboo dengan tagline -nya "Romantic Exotic Atmosphete and Ecofriendly" itu menjadi salah satu eksportir furniture bambu yang diperhitungkan di Indonesia. Produk andalan yang paling laku dari Shaniqua yakni tempat tidur bambu.
Saat ini, karyawan Sundari berjumlah ratusan orang, Rata-rata mereka bertugas pada posisi yang sangat penting di perusahaan dengan order bervolume besar dari luar negeri. Setiap bulannya, puluhan kontainer produk keluaran Shaniqua Bamboo dikirimkan keluar negeri.
(edsas)
Posting Komentar untuk "Shaniqua Bamboo: Malang Melintang di Jagad Bambu"